Jilbab merupakan salah satu syari’at di dalam Islam. Kebutuhan akan jilbab merupakan sebuah ketentuan untuk meningkatkan martabat perempuan dihadapan lawan jenis dan menghindari terjadinya maksiat yang tidak boleh dalam agama. Dari segi psikologi, semakin tertutup seorang perempuan tersebut, semakin ingin tau para laki-laki dibuatnya.
Hal ini menyebabkan, perempuan yang menjaga badan dan kehormatannya dari pandangan lawan jenis mempunyai nilai jual yang tinggi dan menjadi harta yang berharga bagi orang yang memilikinya.
Fenomena jilbab pada masa kini sudah mengalami banyak sekali perkembangan paradigma. Pada kurun Orde Baru, jilbab marak dipakai sebagai praktek keagamaan bagi para muslimah yang ingin menjalani hidup secara Islami.
Pada dikala ini, jilbab menjadi sebuah identitas bagi muslimah yang sudah dirancang ulang mengikuti gaya hidup dan berpakaian masyarakat yang berkembang.
Di sisi lain, paradigma perihal jilbab berkembang sebagai sebuah simbol kepribadian seseorang. Bagi generasi muda Indonesia, jilbab dianggap sebagai simbol keilmuan dan kesalehan seorang wanita.
Sebagian beranggapan bahwa perempuan yang menggunakan jilbab yaitu orang yang baik, santun dan mempunyai ilmu agama yang luas, dalam makna lain perempuan yang menggunakan jilbab yaitu perempuan yang sholihah. Benarkah demikian?
Wanita sholihah pastinya berhijab, tapi setiap yang berhijab belum tentu sholihah, alasannya di antara ciri istri yang sholihah yaitu :
1 Menyejukkan pandangan suaminya,
2 Taat kepada suaminya dalam ketaatan kepada Allâh
3 Amanah dalam menjaga kehormatan dirinya dan suaminya.
Berhijab (berjilbab) itu termasuk salah satu komponen perempuan sholihah yaitu di dalam hal amanah dalam menjaga kehormatannya dan hal ketaatannya kepada Allâh.
Hijab tidak memastikan seorang perempuan niscaya hatinya baik, jujur, dst. Tapi paling tidak dengan berjilbab dia mengatakan mau patuh dengan salah satu kewajiban syariat islam. Sebaliknya, perempuan yang perbuatannya dikenal baik walaupun tidak berjilbab mengatakan dirinya ada yang bermasalah.
Entah alasannya faktor awam agama (yang artinya awam pula dengan banyak sekali aturan syariat menyerupai sangat wajib mentaati suami), atau tahu tapi tidak peduli dan tidak mau tahu (jika tidak peduli dengan Allah bagaimana dibutuhkan peduli dengan suami), ataupun tahu tapi pikirannya liberal.
Hal menyerupai itu terasa pentingnya ketika kebetulan sedang ribut. Saat nafsu amarah perempuan memuncak, benteng terakhir yang mengendalikan sikapnya yaitu kualitas agamanya.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Perempuan itu dinikahi alasannya empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah perempuan yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia.” (Muttafaq Alaihi dan Imam Lima).
Dari Abdurrahman bin ‘Auf r.a , dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda : Apabila seorang perempuan telah melakukan kewajiban :
✔ shalat lima waktu,
✔ puasa ramadhan,
✔ menjaga farjinya, dan
✔ tho’at/menurut pada suaminya,
maka dikatakan kepadanya : ” Masuklah ke dalam nirwana dari pintu manapun kamu suka “.
Hal ini menyebabkan, perempuan yang menjaga badan dan kehormatannya dari pandangan lawan jenis mempunyai nilai jual yang tinggi dan menjadi harta yang berharga bagi orang yang memilikinya.
Fenomena jilbab pada masa kini sudah mengalami banyak sekali perkembangan paradigma. Pada kurun Orde Baru, jilbab marak dipakai sebagai praktek keagamaan bagi para muslimah yang ingin menjalani hidup secara Islami.
Pada dikala ini, jilbab menjadi sebuah identitas bagi muslimah yang sudah dirancang ulang mengikuti gaya hidup dan berpakaian masyarakat yang berkembang.
Di sisi lain, paradigma perihal jilbab berkembang sebagai sebuah simbol kepribadian seseorang. Bagi generasi muda Indonesia, jilbab dianggap sebagai simbol keilmuan dan kesalehan seorang wanita.
Sebagian beranggapan bahwa perempuan yang menggunakan jilbab yaitu orang yang baik, santun dan mempunyai ilmu agama yang luas, dalam makna lain perempuan yang menggunakan jilbab yaitu perempuan yang sholihah. Benarkah demikian?
Wanita sholihah pastinya berhijab, tapi setiap yang berhijab belum tentu sholihah, alasannya di antara ciri istri yang sholihah yaitu :
1 Menyejukkan pandangan suaminya,
2 Taat kepada suaminya dalam ketaatan kepada Allâh
3 Amanah dalam menjaga kehormatan dirinya dan suaminya.
Berhijab (berjilbab) itu termasuk salah satu komponen perempuan sholihah yaitu di dalam hal amanah dalam menjaga kehormatannya dan hal ketaatannya kepada Allâh.
Hijab tidak memastikan seorang perempuan niscaya hatinya baik, jujur, dst. Tapi paling tidak dengan berjilbab dia mengatakan mau patuh dengan salah satu kewajiban syariat islam. Sebaliknya, perempuan yang perbuatannya dikenal baik walaupun tidak berjilbab mengatakan dirinya ada yang bermasalah.
Entah alasannya faktor awam agama (yang artinya awam pula dengan banyak sekali aturan syariat menyerupai sangat wajib mentaati suami), atau tahu tapi tidak peduli dan tidak mau tahu (jika tidak peduli dengan Allah bagaimana dibutuhkan peduli dengan suami), ataupun tahu tapi pikirannya liberal.
Hal menyerupai itu terasa pentingnya ketika kebetulan sedang ribut. Saat nafsu amarah perempuan memuncak, benteng terakhir yang mengendalikan sikapnya yaitu kualitas agamanya.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Perempuan itu dinikahi alasannya empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah perempuan yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia.” (Muttafaq Alaihi dan Imam Lima).
Dari Abdurrahman bin ‘Auf r.a , dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda : Apabila seorang perempuan telah melakukan kewajiban :
✔ shalat lima waktu,
✔ puasa ramadhan,
✔ menjaga farjinya, dan
✔ tho’at/menurut pada suaminya,
maka dikatakan kepadanya : ” Masuklah ke dalam nirwana dari pintu manapun kamu suka “.
Posting Komentar