Tidak banyak yang tahu jikalau Bung Karno itu dekat dengan para Kyai-kyai, utamanya yang ilmunya tinggi. Dalam setiap langkah hidup dan pengambilan keputusan penting, dia selalu konsultasi dengan para Kyai. Seperti ketika menghadapi aksi sekutu pada tanggal 10 November 1945, dia berdiskusi dengan KH Hasyim Ashari dalam hal menghadapi kemungkinan banyaknya korban para pejuang. Hingga karenanya Sang Kyai mengeluarkan pedoman Jihad untuk yang pertama kalinya.
"Siapa yang gugur dalam pertempuran dengan penjajah maka ia akan mati sahid..." dan karenanya kita berhasil menggempur Inggris.
Juga dikala akan memilih PANCASILA, ia juga berkonsultasi dengan KH Hayim Ashari sehingga oleh sang Kyai direstui sebagai landasan negara yang sudah sesuai dengan syariah.
Kali ini ia ingin mencari tanggapan hidup dalam menghadapi maut. Mungkin bung Karno merasa umurnya tidak terlampau panjang.
Kesempatan itu kemudian tiba ketika bung Karno mengundang Prof. Kadirun Yahya, spesialis sufi, mursyid yang mendirikan tarekat Nagsyabandiyah, dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatera Utara, untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka - Jakarta.
Mungkin ini adalah juga konferensi sakral yang dialami oleh Prof. DR. H. Kadirun Yahya, Msc – seorang angkatan 1945, andal fisika dan pernah menjabat sebagai rektor Universitas Panca Budi, Medan - dengan Presiden RI pertama Ir. Soekarno.
Pertemuan itu terealisasi sekitar bulan Juli 1965.
Ketika waktunya datang, Profesor bareng rombongan ketika itu diterima di beranda Istana Merdeka bareng dengan Prof. Ir. Brojonegoro (alm), Prof. dr. Syarif Thayib, Bapak Suprayogi, Admiral John Lie, Pak Sucipto Besar, Kapolri, Duta Besar Belanda.
“Wah, pagi-pagi begini saya telah dikepung oleh Tiga Profesor-Profesor” kelakar Ir. Soekarno membuka obrolan dikala menemui Prof. Kadirun Yahya beserta rombongan. Kemudian Presiden Soekarno mempersilakan semua tamunya untuk duduk.
“Profesor Kadirun Yahya silakan duduk erat aku”, pinta presiden Soekarno terhadap Prof. Kadirun Yahya, terkesan khusus.
“Professor, ik horde van jou al sinds 4 jaar, maar nu pas onmoet ik jou, ik wou je eigenlijk iets vragen (saya dengar perihal engkau telah semenjak 4 tahun, tapi baru sekarang aku ketemu engkau, bantu-membantu ada sesuatu yang akan saya tanyakan padamu),” kata presiden Soekarno dengan bahasa Belanda.
“Ya, ihwal apa itu Bapak Presiden…?”
“Tentang sesuatu hal yang telah kira-kira 10 tahun, aku cari-cari jawabannya, tetapi belum ketemu jawaban yang memuaskan. Saya telah bertanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu. Tetapi semua jawabannya tetap tidak memuaskan aku.”
“Lantas soalnya apa bapak Presiden?”
"Saya mengajukan pertanyaan apalagi dahulu tentang lainnya, sebelum aku majukan pertanyaan yang bantu-membantu” jawab Presiden Soekarno.
“Baik Presiden” kata Prof. Kadirun Yahya
“Manakah yang lebih tinggi, Presiden atau Jenderal atau Profesor dibanding dengan sorga?” tanya Presiden. “Sorga” jawab Prof.Kadirun Yahya.
“Accoord (setuju)”, balas Presiden tampaklega.
Menyusul Presiden bertanya untuk soal berikutnya. “Lantas manakah yang lebih banyak dan lebih usang pengorbanannya antara pangkat-pangkat dunia yang tadi dibanding dengan pangkat sorga?” tanyanya.
“Untuk Presiden, Jenderal, Profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan ber-abdi pada Negara, nusa dan bangsa atau pada ilmu wawasan. Sedangkan untuk menerima sorga mesti berkorban untuk Allah segala-galanya. Berpuluh-puluh tahun terus menerus, bahkan menurut agama Hindu atau Budha mesti beribu-ribu kali hidup dan berabdi, gres barangkali mampu masuk Nirwana," jawab Prof. Kadirun.
“Accoord”, kata Bung Karno (panggilan akrab Presiden).
“Nu heb ik je te pakken Professor (sekarang gres dapat kutangkap engkau Profesor)” lanjut Bung Karno. Tampak mukanya cerah berseri dengan senyumnya yang khas. Dan kelihatannya Bung Karno belum ingin cepat-cepat bertanya untuk yang pokok dilema. “Saya kisah sedikit dahulu” kata Bung Karno.
“Silakan Bapak Presiden”.
“Saya telah banyak menyaksikan sahabat-teman aku meninggal dunia lebih dahulu dari saya, dan hampir seluruhnya matinya jelek sebab banyak dosa rupanya. Sayapun banyak dosa dan aku takut mati jelek. Maka saya selidiki Al-Alquran dan Al-Hadits bagaimana caranya biar dengan gampang hapus dosa aku dan mampu ampunan dan mampu mati tersenyum."
"Lantas aku ketemu dengan satu Hadits yang bagi aku berguna. Bunyinya kira-kira sebagai berikut : Rasulullah berkata; Seorang wanita penuh dosa berjalan di padang pasir, berjumpa dengan seekor anjing dan kehausan. Wanita tadi mengambil gayung yang terdiri dari air dan memberi minum anjing yang kehausan itu. Rasul lewat dan berkata: Hai para sahabatku. Lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, hapus dosa perempuan itu dunia dan akhirat. Ia andal sorga”.
“Nah Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan sorga mesti berkorban segala-galanya, berpuluh-puluh tahun untuk Allah gres mampu masuk sorga. Itupun barangkali. Sementara kini seorang perempuan yang berdosa dengan sedikit saja jasa, itupun pada seekor anjing pula, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia hebat sorga. How do you explain it Professor?” Tanya Bung Karno lanjut. Profesor Kadirun Yahya tampaktidak eksklusif menjawab. Ia tenang sejenak. Lantas bangun dan meminta kertas.
"Presiden, U zei, det U in 10 jaren’t antwoord niet hebt kunnen vinden, laten we zien (Presiden, tadi bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, coba kita lihat), mudah-mudahan dengan santunan Allah dalam 2 menit saja saya coba menunjukkan jawabannya dan membuat puas”, katanya.
Keduanya ialah sama-sama eksakta, Bung Karno adalah seorang insinyur dan Profesor Kadirun Yahya ialah jago kimia/fisika.
Di atas kertas Prof. Kadirun mulai menuliskan penjelasannya.
10/10 = 1 ;
“Ya” kata Presiden.
10/100 = 1/10 ;
“Ya” kata Presiden.
10/1000` = 1/100 ;
“Ya” kata Presiden.
10/10.000 = 1/1000 ;
“Ya” kata Presiden.
10 / ∞ (tak terhingga) = 0 ;
“Ya” kata Presiden.
1000.000 … / ∞ = 0 ;
“Ya” kata Presiden.
(Berapa saja + Apa saja) /∞ = 0;
“Ya” kata Presiden.
Dosa / ∞ = 0 ;
“Ya” kata Presiden.
Nah…” lanjut Prof,
1 x ∞ = ∞ ;
“Ya” kata Presiden
½ x ∞ = ∞ ;
“Ya” kata Presiden.
1 zarah x ∞ = ∞ ;
“Ya” kata Presiden.
“… ini artinya, sang wanita, meskipun cuma 1 zarah jasanya, bahkan kepada seekor anjing sekalipun, mengkaitkan, menggandengkan gerakannya dengan yang Maha Akbar."
"Mengikutsertakan yang Maha Besar dalam gerakan-gerakannya, maka hasil dari gerakannya itu menciptakan ibadah yang begitu besar, yang eksklusif dihadapkan pada dosa-dosanya, yang pada saat itu juga hancur berkeping-keping. Ditorpedo oleh PAHALA yang Maha Besar itu.
1 zarah x ∞ = ∞ Dan, Dosa / ∞ = 0.
Ziedaar hetantwoord, Presiden (Itulah beliau jawabannya Presiden)” jawab Profesor.
Bung Karno diam sejenak . “Geweldig (andal)” katanya kemudian. Dan Bung Karno terlihat makin penasaran.
Masih ada lagi pertanyaan yang ia ejekan. “Bagaimana semoga dapat hubungan dengan Tuhan?” katanya.
Profesor Kadirun Yahya pun lanjut menjawabnya. “Dengan mendapatkan frekuensi-Nya. Tanpa menerima frekuensi-Nya tak mungkin ada kontak dengan Tuhan."
"Lihat saja, meskipun 1 mm jaraknya dari suatu zender radio, kita letakkan radio dengan frekuensi yang tidak sama, maka radio kita itu tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga dengan Tuhan, walaupun Tuhan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tak mungkin ada kontak jikalau frekuensi-Nya tidak kita dapati”, jelasnya.
“Bagaimana semoga dapat frekuensi-Nya, sementara kita yakni manusia kecil yang serba kelemahan ?” tanya Presiden kemudian.
“Melalui isi dada Rasulullah” jawab Prof.
“Dalam Hadits Qudsi berbunyi yang artinya : Bahwasanya Al-Alquran ini satu ujungnya di tangan Allah dan satu lagi di tangan kau, maka peganglah berpengaruh-berpengaruh akan dia” (Abi Syuraihil Khuza’ayya r.a), lanjutnya.
Prof menyambung, “Begitu juga dalam QS.Al-Hijr :29 – Maka sehabis Aku sempurnakan ia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian rohKu, rebahkanlah dirimu bersujud kepadaNya”.
"Nur Illahi yang terbit dari Allah sendiri yakni tali yang konkret antara Allah dengan Rasulullah. Ujung Nur Illahi itu ada dalam dada Rasulullah. Ujungnya itulah yang kita hubungi, maka terperinci kita akan mampu frekuensi dari Allah SWT", kata Prof.
Prof melanjutkan, "Lihat saja sunnatullah, cuma cahaya matahari saja yang satu-satunya hingga pada matahari. Tak ada yang hingga pada matahari melainkan cahayanya sendiri. Juga gas-gas yang saringan-saringannya tak ada yang sampai matahari, walaupun ‘edelgassen’ seperti : Xenon, Crypton, Argon, Helium, Hydrogen dan lain-lain. Semua vacuum!
Yang hingga pada matahari hanya cahayanya alasannya dia terbit darinya dan tak bercerai siang dan malamnya dengannya. Kalaulah matahari umurnya 1 (satu) juta tahun, maka cahayanyapun akan berumur sejuta tahun pula. Kalau matahari hilang maka cahayanyapun akan hilang. Matahari hanya dapat dilihat melalui cahayanya, tanpa cahaya, mataharipun tak mampu dilihat”.
"Namun cahaya matahari, bukanlah matahari – cahaya matahari ialah getaran transversal dan longitudinal dari matahari sendiri (Huygens)", jelas Prof.
Prof menyimpulkan, "Dan Rasulullah yaitu satu-satunya manusia kiamat yang mendapat Nur Illahi dalam dadanya. Mutlak jika hendak menerima frekuensi Allah, ujung dari nur itu yang berada dalam dada Rasulullah harus dihubungi."
“Bagaimana cara menghubungkannya, sementara Rasulullah telah wafat sekian lama?” tanya Presiden. “
Prof menjawab, "Memperbanyak sholawat atas Nabi tentu akan mendapatkan frekuensi Beliau, yang otomatis menerima frekuensi Allah SWT.
–Tidak kukabulkan doa seseorang, tanpa shalawat atas Rasul-Ku. Doanya tergantung di awang-awang – (HR. Abu Daud dan An-Nasay).
Jika diterjemahkan secara akademis mungkin kurang lebih : “Tidak engkau menerima frekuensi-Ku tanpa lebih dulu mendapat frekuensi Rasul-Ku”.
Sontak Presiden berdiri. “You are wonderful” teriaknya. Sejurus lalu, dengan merangkul kedua tangan profesor, Presidenpun bermohon : “Profesor, doakan saya biar dapat mati dengan tersenyum....
Kabarnya walaupun Bung Karno disiksa oleh penguasa Orde Baru dengan cara diasingkan sebagai tahanan rumah, tidak diberi obat tetapi cuma vitamin saja, tidak dibelikan mesin basuh darah padahal sangat memerlukan dan negara mampu beli, serta hanya diberi dokter hewan dan bukan dokter mahir yang sungguh banyak waktu itu.... bung Karno wafat dengan tersenyum karena resep dari Prof. Kadirun Yahya.
Beliau sudah tunaikan tugasnya sebagai "penyambung pengecap rakyat"
Semoga Allah mengampuni dosa dosa dia dan diberi kawasan yang patut. Semoga Allah juga mengampuni orang-orang yang pernah khilaf menyakiti dia. Amien ya robbil alamin. Mari kita siapkan diri semoga kita mampu mati tersenyum dan khusnul khotimah seperti beliau. Insya Allah.
Buitenzorg, 6 Januari 2016.
Didiek S. Hargono
Posting Komentar